Di Bulan Ramadhan, selalu ada hal-hal yang umumnya tidak atau jarang
kita dapati di bulan-bulan lainnya. Begitupun dengan urusan permakanan
banyak santapan dan hidangan yang mendadak tampil pada bukan ini dan
sulit untuk ditemukan pada bukan-bulan selain Ramadhan.
Salah satu hidangan khas Ramadhan yang saya sukai adalah olahan dari
keong sawah. Orang Sunda menyebutnya sebagai Tutut, sementara yang
berbahasa Jawa, menyebutnya sebagai Kraca. Olahan ini menjadi oase buat
saya di tenah-tengah hidangan khas untuk berbuka puasa yang umumnya
didominasi hidangan yang manis-manis, kadang rasa manisnya sampai
keterlaluan untuk saya yang memang kurang suka rasa manis. Olahan Kraca
yang cukup terkenal ada dari daerah Banyumas, namun olahan Kraca alias
Tutut yang saya tampilkan ini adalah olahan a la Sunda dengan
bumbu-bumbunya adalah kemiri, merica, kunyit dan sedikit cabai, makanya
terasa ada pedasnya.
Benar, bahwa makanan olahan ini dari keong sawah, makanya terkesan
menjijikkan, tetapi siapa yang sdangka bahwa dibalik tampilannya yang
menjijikkan, tertnyata memiliki kandungan gizi yang luar biasa. Warga
yang sedang dalam kondisi paceklik uang sehingga tak sanggup membeli
daging sapi untuk sumber protein hewani, sebenarnya bisa memanfaatkan
keong sawah ini sebagai salah satu sumber protein hewani yang mumpuni.
Dikutip dari situs Kulinologi.biz, berikut nilai gizi yang terkandung di dalam olahan keong sawah:
Nilai gizi keong Keong (Inggris: snail) atau yang dalam bahasa
Perancis disebut Escargot, merupakan jenis hewan moluska yang ditemukan
di pantai, air tawar, dan tanah. Keong memiliki sekitar 100 spesies dan
tergantung pada jenis lokasi yang berbeda digunakan sebagai sumber
makanan. Biasanya keong yang dimakan adalah dari jenis Helix pomatia dan
Helix aspersa.
Keong telah lama digunakan sebagai salah satu menu konsumsi untuk
manusia karena terkenal lezat, tidak saja di Indonesia, tetapi juga di
beberapa negara lain. Orang Perancis terkadang menyajikan keong sebagai
appetizer; sedangkan di Amerika dan Australia, keong yang mereka sebut
abalone pada umumnya dikonsumsi sebagai makanan utama, misalnya dalam
masakan Spaghetti with escargots dan Abalone in oyster sauce
Keong kaya akan protein, tetapi rendah lemak (loihat tabel terlampir)
sehingga dapat dijadikan sebagai alternatif makanan tinggi protein yang
rendah lemak. Dalam seratus gram bagian yang dapat dimakan terdapat 16 g
protein sehingga apabila kita mengkonsumsi 100 g kraca, tubuh kita
sudah mendapat 32% protein dari kebutuhan sehari-hari. Protein menunjang
keberadaan setiap sel tubuh dan juga berperan dalam proses kekebalan
tubuh. Konsumsi protein hewani dalam makanan sehari-hari diperlukan oleh
tubuh disamping protein nabati.
Lemak dalam 100 g kraca terdapat dalam jumlah 1,4 g. Lemak yang
terdapat dalam keong merupakan asam lemak essensial dalam bentuk asam
linoleat dan asam linolenat. Sebuah studi di Brazil menunjukkan bahwa
75% persen lemak dalam keong merupakan asam lemak tidak jenuh yang dapat
menurunkan kadar kolesterol darah. Asam lemak tidak jenuh tersebut 57%
tersusun dari asam lemak tak jenuh ganda dan sisanya merupakan asam
lemak tak jenuh tunggal.
Kandungan vitamin pada keong cukup tinggi dengan dominasi vitamin A,
vitamin E, niacin dan folat. Vitamin A berperan dalam pembentukkan indra
penglihatan yang baik, terutama di malam hari, sebagai salah satu
komponen penyusun pigmen mata di retina serta menjaga kesehatan kulit
dan imunitas tubuh. Niacin atau vitamin B3 berperan penting dalam
metabolisme karbohidrat untuk menghasilkan energi, metabolisme lemak,
dan protein.
Di dalam tubuh, vitamin B3 memiliki peranan penting dalam menjaga
kadar gula darah, tekanan darah tinggi, penyembuhan migrain, dan
vertigo. Vitamin E berperan dalam menjaga kesehatan berbagai jaringan di
dalam tubuh, mulai dari jaringan kulit, mata, sel darah merah hingga
hati. Vitamin E juga merupakan sebagai senyawa antioksidan alami. Folat
berfungsi membantu pembentukan sel darah merah, mencegah anemia, sebagai
bahan pembentukan bahan genetik sel, dan sangat esensial selama
kehamilan karena mencegah timbulnya kecacatan tabung saraf pada bayi.
Apabila kita mengkonsumsi 100 gram kraca, maka kita dapat memenuhi
kebutuhan 2%
vitamin A, 23% vitamin E, 7% niacin dan 66% folat.
Mineral merupakan zat yang berperan penting pada tubuh manusia untuk
pengaturan kerja enzim-enzim, pemeliharaan keseimbangan asam-basa,
membantu pembentukan ikatan yang memerlukan mineral seperti pembentukan
haemoglobin. Kandungan mineral yang utama pada keong berupa kalsium, zat
besi, magnesium, kalium dan fosfor. Apabila kita mengkonsumsi 100 g
kraca, maka sudah memenuhi 17% kalsium dan 13,5% zat besi untuk
kebutuhan tubuh sehari-hari.
Peran utama kalsium adalah untuk pembentukan dan pemeliharaan tulang
dan gigi. Kekurangan kalsium mengakibatkan terjadinya osteoporosis
(keropos pada tulang). Zat besi mempunyai fungsi utama memproduksi
hemoglobin dan mioglobin. Zat besi yang berasal dari produk hewani atau
disebut juga sebagai besi-hem, akan lebih mudah diserap oleh tubuh. Zat
besi pada keong berjumlah 3,5 mg, lebih tinggi daripada zat besi pada
daging (2,5 mg) atau ikan (2,4 mg).
Beberapa teman mengaku selain keong sawah itu menjijikkan, juga
ditengarai bisa membuat penyantapnya cacingan. Yang jelas, saya pribadi
berani membantah anggapan bisa cacingan tsb, selama memasak kraca
dikerjakan sampai benar-benar matang. Namun, benar, untuk menghasilka
masakan tutut atau kraca yang lezat, diperlukan waktu yang lama dan
bumbu-bumbu yang tepat untuk membuat lidah tidak henti menikmati enaknya
rasa tutut. Berikut contekan caranya dari situs yang sama :
Pertama kali keong dipecahkan ujung cangkangnya atau dalam bahasa Jawa disebut dithithiki (bagian
belakang rumah keong dipukul hingga berlubang). Pemecahan ujung
cangkang dilakukan untuk membuang kotoran yang masih terdapat pada keong
serta memudahkan bumbu meresap ke tubuh keong saat proses pemasakan.
Proses ini juga berfungsi untuk memudahkan kita untuk mengkonsumsi keong
nantinya.
Selanjutnya adalah mencuci keong tersebut, minimal selama empat kali.
Pencucian bertujuan untuk menghilangkan aroma lumpur yang biasanya
menjadi tempat hidup keong. Apabila pencucian tidak sempurna, akan
terasa pahit saat dikonsumsi. Setelah pencucian, dilakukan perendaman
selama semalam untuk menghilangkan lendir yang terdapat pada tubuh
keong. Pada waktu proses perendaman tersebut dipisahkan keong yang
berkualitas jelek yang akan terapung di permukaan air perendam. Setelah
perendaman, dilakukan pencucian lagi selama empat sampai lima kali untuk
memastikan bahwa lendir dan kotoran sudah benar-benar hilang dari tubuh
keong.
Tahap pengolahan dilanjutkan dengan proses sangrai bumbu-bumbu berupa
bawang merah, bawang putih, kemiri, cabe merah, cabe rawit, jahe,
kunyit, daun salam, lengkuas, dan sereh. Selain untuk menimbulkan aroma
yang enak dan menghilangkan aroma amis dari keong, bumbu-bumbu tersebut
juga berfungsi sebagai antioksidan dan beberapa fungsi yang
menguntungkan tubuh. Setelah tercium aroma harum pada saat proses
sangrai, kraca dimasukkan dan diaduk rata serta ditambahkan air dan
dimasak sampai air mendidih, kemudian ditambahkan garam, gula dan santan
encer. Keong kemudian dimasak selama 2-3 jam. Setelah itu kraca yang
khas, lezat dengan tekstur lunak siap untuk disajikan.
Biasanya setelah membeli tutut yang sudah siap saji, saya mengolahnya
lagi dengan mengukus tutut menggunakan panci kukus bertekanan tinggi,
agar bumbu-bumbu lebih meresap ke dalam daging keong dan tentu saja
daging keong menjadi lebih lunak, lebih mudah untuk dikunyah. Kemudian
ketika hendak menyantapnya, bagi Anda yang mungkin amat kuatir bentuk
mulut menjadi monyong karena kebanyakan menyedot keong, gunakan saja
tusuk gigi untuk mencungkil daging keong dari cangkangnya. Cara ini
kesannya sedikit lebih elegan. :D
Semoga setelah disajikan artikel ini, tidak perlu lagi kita memandang
sebelah marta atas nilai gizi dari keong sawah yang kesannya
menjijikkan itu. Siapa tahu saja selain gizi tercukupi, menikmati kraca
membantu penampilan tetap awet muda. Satu hal yang pasti, di hari
terakhir puasa, saya tentu akan menikmati tutut sebelum nanti menghilang
dari pasaran
No comments:
Post a Comment